بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Allah menjelaskan Wali Allah yang sebenarnya di dalam al-Qur’an:
أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَ لاَ هُمْ يَحْزَنُونَ.
“Sesungguhnya Wali Allah itu tidak ada rasa takut dan tidak ada rasa sedih.” (Yunus [10]: 62)
Maksud takut di sini adalah khauf bukan yakhsyā atau taqwā karena semuanya diartikan takut tapi khauf adalah takut pada makhlūq dan mereka tidak takut pada makhlūq; termasuk takut pada kemiskinan, termasuk takut pada Api Neraka. Mereka hanya takut pada Allah s.w.t.; mereka takut Allah tidak akan memberikan karunia-Nya, keberlimpahan-Nya, termasuk takut Allah tidak akan terlibat dalam semua kebaikannya, termasuk Surga; bukan takut tidak dapat Surga, takut Allah tidak akan mengutamakan dirinya.
Jadi yang dimaksudkan lā khaufun itu maksudnya mereka tidak punya takut pada selain Allah. Dan yaḥzanūn itu maksudnya mereka tidak akan bersedih atas kehilangan segala sesuatu selain Allah s.w.t., bukan tidak bersedih ketika Allah menjauhi dirinya; dia akan bersedih. Yang dimaksudkan tidak bersedih di sini adalah tidak bersedih ketika kehilangan segala sesuatu; yang penting masih ada Allah.
Lā khaufun ‘alaihim wa lā hum yaḥzanūn ini hanya berkaitan dengan makhlūq bukan khāliq. Wali Allah akan bersedih kalau dia kehilangan Allah, kehilangan Sang Pencipta. Dia akan taku kalau dia bangun pagi saja kehilangan Allah; dia akan takut. Takut di sini diistilahkan dalam al-Qur’an dengan khasyā bukan khauf.
و يخشى الله و يخاف العذاب
Wa yakhsyā-llāha wa yakhāf-ul-‘adzāb.
Mereka itu takut pada Allah dengan yakhsyā / khasyā dan mereka takut pada azab itu dengan khauf. Jadi ada tingkatan-tingkatannya. Tingkatan mukmin ada khauf tapi tingkatan Wali Allah itu ada yakhsyā; dan keseluruhan itu adalah taqwā dan orang yang ber-taqwā itu adalah orang yang berhati-hati.
Ketika seorang Wali Allah ditanya apa arti taqwā, beliau menjawab bahwa taqwā itu adalah ketika kita melalui sebuah semak yang penuh berduri, kita mengangkat kain dan berjalan dengan sangat-sangat pelan dan sangat teliti supaya tidak tersangkut duri; itulah taqwā. Taqwā membuat kita sangat teliti dalam segala sesuatu. Dalam melaksanakan segala sesuatu kita sangat berhati-hati agar tidak akan membuat Allah s.w.t murka, tidak akan menyalahi perintah Allah s.w.t., tidak akan menyalahi Sunnah Rasul, dan tidak akan menyakiti segala ciptaan Allah.
Itulah orang yang ber-taqwā, orang yang sangat berhati-hati dalam segala tindakannya; begitu hati-hati, dia tidak akan melakukan segala sesuatu itu sehingga dia memastikan bahwa tindakan itu akan mendapat keridhaan Allah dan tidak akan mendatangkan kemurkaan Allah, dan akan membuat Nabi senang dan tidak akan membuat Nabi sedih. Inilah orang yang benar-benar ber-taqwā.
Bismillah.
Mursyid Pemberi Taushiyah
Syaikh Husain asy-Syadzili ad-Darqawi
Syaikh Husain asy-Syadzili lahir di Parit Buntar, Perak Malaysia pada 23 Mei 1960. Beliau memeluk agama Islam pada usia 17 tahun setelah melalui berbagai pertanyaan-pertanyaan teologis yang menggelisahkan jiwanya. Sebelum memeluk agama Islam, beliau pernah mempelajari berbagai kitab agama yang … → Baca selengkapnya “Syaikh Husain asy-Syadzili ad-Darqawi”
Diharap kesediaanya untuk berjumpa pula kepada @syeikh rohimuddin nawawi al bantani
Terima kasih telah menghubungi kami, mohon hubungi kami via WA di 087773902279 untuk berkomunikasi lebih lancar.